Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI) menilai pandangan beberapa pihak yang menyatakan bahwa pembangkit listrik tenaga surya atap akan membawa kerugian bagi PT PLN (Persero) tidak tepat dan menyesatkan.. Ketua Umum AESI Fabby Tumiwa mengatakan bahwa berdasarkan kajian USAID & NREL (2020), jika kapasitas PLTS atap mencapai 3 gigawatt (GW) dengan tingkat tarif saat
jakarta guna memaksimalkan pemanfaatan energi surya yang potensinya mencapai 19,8 twp dalam rangka mendukung pencapaian target 23% bauran energi terbarukan di 2025, ketua umum asosiasi energi surya indonesia (aesi) fabby tumiwa bersama para praktisi mendorong pemerintah untuk memperbaiki regulasi pembangkit listrik tenaga surya
Jakarta 28 juli 2019 - PT Wijaya Karya Industri Energi ( WINNER) berpartisipasi dalam acara Gerakan Nasional Sejuta Surya Atap (GNSSA) yang diadakan oleh Kementerian ESDM melalui Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) bersama Asosiasi Produsen Modul Surya Indonesia (Apamsi), Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI), dan Perkumpulan Pengguna Listrik Surya
Dalamroadmap transisi energi Indonesia untuk net zero emission 2060, dari jumlah 587 GW kapasitas pembangkit EBT, 60% lebih berasal dari energi surya. pelaku bisnis, lembaga keuangan, asosiasi, pengembang energi surya, dan masyarakat umum. ISS 2022 juga menjadi puncak dengan rangkaian acara yang terdiri dari empat track, yakni subnational
Sedangkanuntuk energi surya sesuai dengan RUED tersebut diperkirakan bisa sebesar 9 gigawatt (GW). Sedangkan menurut Ketua Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI), Andhika Prastawa capaian pemerintah pusat maupun daerah atas penggunaan EBT sebenarnya masih jauh dari target tahun 2020, sebesar 23 persen.
jbGM0s. Jakarta ANTARA - Asosiasi Energi Surya Indonesia AESI mendorong penguatan ekosistem pembangkit listrik tenaga surya di dalam negeri agar bisa menumbuhkan industri modul surya hingga menciptakan pasar bagi energi ramah lingkungan. "Kami mendorong penguatan ekosistem PLTS di Indonesia mulai dari industri, pasar, pelaku, dan standarnya," kata Ketua Umum AESI Fabby Tumiwa di Jakarta, Selasa. Fabby menjelaskan saat ini 80 persen kebutuhan modul surya di dalam negeri berasal dari impor. Permintaan masyarakat yang cenderung kecil membuat industri modul surya lokal belum terbentuk, sehingga kebutuhan modul surya masih harus dipasok dari China. Menurutnya, komitmen negara-negara di seluruh dunia yang terus berupaya menekan emisi gas rumah kaca akan menciptakan ledakan permintaan untuk membangun PLTS yang bisa meningkatkan gairah industri modul surya. Baca juga Pertamina matangkan desain pemanfaatan energi surya untuk Pertashop Berdasarkan laporan Agensi Energi Internasional IEA, pembangunan PLTS yang saat ini rata-rata 160-180 gigawatt per tahun harus naik menjadi 650 gigawatt per tahun bila dunia mau mengarah ke net zero emission. Bahkan China dikabarkan akan membangun 140 gigawatt energi terbarukan dengan komposisi 80 gigawatt terletak pada listrik matahari pada tahun ini. AESI melihat sel surya dan modul surya akan menjadi komoditas dengan nilai tinggi di masa depan, sehingga akan berdampak terhadap persoalan keamanan energi jika Indonesia terus bergantung kepada produk impor. "Kami mendorong agar industri PLTS dalam negeri yang terintegrasi dari hulu ke hilir bisa dibangun di Indonesia untuk mengamankan kebutuhan 10 gigawatt per tahun sampai dengan 2030," kata Fabby. Baca juga Kapasitas terpasang PLTS atap capai 26,51 MWp hingga Maret 2021 Lebih lanjut dia menceritakan bahwa industri-industri PLTS di dalam negeri saat ini hanya sebatas merakit modul surya menjadi panel surya yang menyebabkan harga PLTS cenderung lebih mahal karena mayoritas kebutuhan produknya masih disuplai dari luar negeri. Indonesia dituntut harus bisa membangun industri sel surya agar bisa mengurangi ketergantungan bahan baku modul hingga ke hulu. Tak hanya itu, kaca rendah iron hingga inverter juga bisa dibuat oleh industri lokal karena bahan bakunya tersedia di dalam negeri. "Inverter itu mempengaruhi 30-40 persen harga bagi pelanggan rumah tangga karena kita masih impor inverter dari China, Australia, Korea, India. Industri ini harus dibangun karena punya pasar yang besar," kata Fabby. Dalam lima tahun ke depan, AESI menargetkan dapat membentuk solar prenuer atau pengusaha PLTS agar dapat melayani calon konsumen di seluruh Indonesia terkait penyediaan kebutuhan energi terbarukan nasional. Sejak dibentuk pada 2016 lalu, AESI kini tercatat memiliki 200 anggota yang terdiri dari perusahaan-perusahanan energi, developer, pengusaha, supplier, konsultan hingga masyarakat yang antusias terhadap Sugiharto PurnamaEditor Budi Suyanto COPYRIGHT © ANTARA 2021
PLTS ATAP - JAKARTA. Asosiasi Energi Surya Indonesia AESI meminta pemerintah agar transparan dalam melaksanakan kuota pengembangan PLTS Atap. Aturan baru ini akan tertuang di dalam revisi Peraturan Menteri Permen ESDM No 26 Tahun 2021 tentang PLTS Atap. Di dalam kebijakan yang baru tersebut, kapasitas PLTS Atap yang sebelumnya dibatasi 100% daya langganan, ke depannya tidak diberikan batasan sepanjang mengikuti kuota pengembangan PLTS Atap. Kuota ini akan disusun oleh Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik untuk Kepentingan Umum IUPTLU dan ditetapkan oleh Kementerian ESDM.
asosiasi energi surya indonesia